Pada akhir tahun 2016 ini terukir sebuah moment berharga untuk sahabatku,
Fira. Dia baru saja menyelesaikan pendidikannya pada sebuah sekolah kedinasan
di Jakarta. Tentu saja aku ikut bangga kepadanya. Dulu kami bersama-sama
menempuh pendidikan di jenjang SMA, dengan jurusan yang juga sama, meskipun berbeda
angkatan.
Berawal dari rubik, kami berteman. Memiliki hobi yang sama, saat itu
menjadikan kami tak hentinya berbincang dengan bahan obrolan yang tak kunjung
tuntas. Fira memang selalu didepanku dalam beberapa hal kecakapannya, terutama
bahasa Inggris. Setiap poem yang dia
buat tak pernah gagal untuk membuatku tersenyum. Dia memang cerdik untuk
menghangatkan suasana dan membuatku selalu nyaman dengannya. Tak jarang aku pun
meminta pendapatnya dalam berbagai hal. Dia pun mendapat julukan si “hi-tech” dari teman-temannya. Ya, dia
tak pernah berhenti belajar dan selalu mengikuti perkembangan teknologi. Duduk
berlama-lama dengan game sudah
menjadi salah satu kebiasannya. Tetapi meskipun demikian, dia tidak pernah
lalai untuk menjalankan ibadah sebagai umat beragama.
Aku lebih dulu meninggalkan dia untuk meneruskan pendidikan di Kota
Patriot. Hanya di dunia maya kini kami berkomunikasi. Apalagi dia memilih masuk
ke salah satu universitas favorit di Kota Kembang setelah ia gagal dalam tes sekolah
kedinasan. Bahkan di tahun berikutnya, setelah ia gagal lagi dalam tes sekolah
kedinasan, ia memutuskan untuk masuk ke sebuah universitas di Purwokerto untuk
mengambil Teknik Geologi. Rasanya kami tak akan pernah bertemu lagi. Hari-hari
terasa berat kulalui jika teringat Fira. Saat aku genggam sebuah botol air
mineral, aku teringat Fira di kala hujan deras mengguyur kami hingga basah kuyup.
Saat aku membeli martabak manis, aku teringat Fira yang menghiburku di saat aku
kelelahan bersepeda. Saat aku mencari buku di Gramedia, aku teringat Fira yang
memilihkan buku-buku untukku. Saat aku menapaki Jalan Dipatiukur dan melihat
makanan di sekelilingnya, aku teringat Fira. Begitu banyak semua tentang Fira. Hingga
akhirnya takdir berkata lain, Fira lulus di sebuah sekolah kedinasan di Jakarta
dan aku berkerja di sebuah perusahaan consumer
goods di Jakarta. Meskipun demikian, kami tak bisa bermain-main seperti
dulu, kami disibukkan dengan kegiatan masing-masing.
Tak lepas dari perdebatan yang berujung pertengkaran, tapi kami tak pernah
terpecah belah. Perbedaan adalah hal lumrah yang datang dari dua insan. Enam
tahun sudah kami berteman. Tak ayal lagi, aku merindukannya. Bersepeda,
bermain, belajar, dan hal lain yang biasanya kami lakukan bersama.
Perjalanannya menggapai angan, sungguh mebuatku kagum. Sempat gagal masuk
di sebuah sekolah kedinasan, tak membuat
langkahnya goyah. Dua kali masuk ke universitas favorit, tak membuat harapannya
pudar. Aku mendapatkan pelajaran berharga darinya, konsisten terhadap
cita-cita. Besarnya usaha yang dikeluarkan, sebesar itu pun hasil yang
diperoleh.
Entah dimana nanti Fira ditempatkan untuk menjalankan tugasnya, tapi aku
berharap pertemanan ini akan selalu terjalin. “Selamat mengemban amanah dalam
melaksanakan tugas negara ya, Fira. Nanti kita makan olahan ayam dan strawberry
lagi.. hhihi”
Komentar
Posting Komentar